Rabu, 30 Mei 2012

Penampakan Bulan dan Menentukan Tanggal

Bulan sabit itu ada dua, bulan sabit muda dan bulan sabit tua. Dalam hal penampakan, keduanya sekilas terlihat sama. Tentu saja ada bedanya. Tapi rasanya terlalu sulit jika dilihat hanya sepintas. Jika hanya untuk keperluan mengetahui bulan sabit yang tampak itu sabit muda atau sabit tua, sebaiknya digunakan cara yang paling sederhana dan mudah saja.
Sumber Gambar: wikipedia.org


Just so you know, cara yang cukup ribet adalah dengan menghitung luas penampang bulan. Dengan menggunakan matematika sederhana, yaitu membandingkan luas piringan bulan yang bercahaya dengan luas piringan bulan secara utuh, kita dapat mengetahui umurnya. Sisi sulitnya adalah menghitung luas piringan bulan yang memantulkan cahaya itu.

Saya tahu Kawan cukup malas belajar tentang penghitungan luas bidang yang melibatkan bentuk oval itu. Apalagi saya berjanji bahwa pada Astro-Traveling INDONESIA ini hanya akan dibahas aplikasi dari astronomi yang sederhana saja. Baiklah kalau begitu. Itu tadi hanya sebatas just so you know. Mari langsung saja kita bahas metode kedua.

Pada metode ini Kawan harus memperhatikan posisi (ketinggian) bulan saat matahari terbenam. Bulan baru akan berada pada posisi yang sangat dekat dengan piringan matahari saat terbenam sehingga biasanya kita kesulitan untuk melihatnya, apalagi dengan mata telanjang. Tapi tenang saja. Secara teori, bulan sabit berumur 1 hari akan terlihat pada ketinggian sekitar 12 derajat di atas horizon saat matahari terbenam. Dengan asumsi bahwa dalam satu bulan ada 30 hari, maka posisi bulan saat matahari terbenam akan menjauh (meninggi ) sebesar 12 derajat per hari (Ingat 360:30=12).

Nah, seberapa tinggi 12 derajat itu pada kubah langit? Sebelumnya, kawan bisa mengkonversi satuan derajat ke dalam satuan waktu. Benda langit melintasi langit (dalam gerak semu hariannya) dengan kecepatan 1 derajat per 4 menit. Perlu dijabarin darimana angka ini? Come on! Ini matematika sederhana anak SMP. Dalam 24 jam, benda langit melintasi 360 derajat. Jadi, 15 derajat per jam. Then, 1 derajat dalam 4 menit.

Get it? Anak pintar!

Kembali ke bulan tadi. Jadi, 12 derajat adalah jarak busur yang mampu ditempuh benda langit dalam waktu 48 menit.

Sekarang kita tes dengan sebuah pertanyaan. Pukul berapakah bulan berumur 5 hari akan terbenam?

Oke, langsung saja jawabannya adalah 5*48 menit, yaitu 240 menit atau 4 jam. Maka, bulan itu akan terbenam pada pukul 10 malam.

Nah, sekarang kita balik. Jika bulan terbenam pada pukul 10 malam, tanggal berapakah malam itu? haha, tentu saja tanggal 5! Nah, dari sinilah kita bisa menentukan tanggal dari melihat penampakan bulan dan posisinya ketika matahari terbenam.
Sumber Gambar: Wikipedia.org

Ehem, kembali ke bulan sabit muda dan tua. Tentu saja, bulan sabit muda adalah Bulan pada tanggal-tanggal awal dari bulan Hijriah (juga bulan pada kalender Saka atau Jawa). Sebutlah misal kita mengklasifikan bulan sebagai bentuk sabit muda sampai pada tanggal 5 pertama dan bulan sabit tua untuk 5 tanggal terakhir. Maka, pada MALAM hari, bulan sabit MUDA hanya terlihat di sepertiga malam yang PERTAMA. Sebaliknya, bulan sabit TUA akan terlihat pada sepertiga malam yang AKHIR. Cukup mudah diingat bukan?

Perlu di ketahui juga, bulan purnama sebagai bulan yang berusia setengah baya, akan terlihat sepanjang malam.

Hampir-hampir, perangai bulan itu seperti tabiat manusia. Mereka yang masih muda, hanya menggunakan malam di awal-awal waktu, di sisa malam mereka tidur. Orang-orang yang sudah cukup tua, mereka akan menyadari pentingnya untuk terjaga pada sepertiga malam yang akhir. Nah, mereka yang masih menjelang dewasa, di umur pertengahan, seringkali begadang sepanjang malam.

Benar-benar mirip perangai manusia ya?

Salam hangat,

Astro-traveler Indonesia

Senin, 28 Mei 2012

Menentukan Arah Kiblat

Seandainya tiba-tiba kita terlempar ke suatu masa dan tempat di mana teknologi modern tidak ada, jangan bingung untuk menentukan arah dan waktu. Khususnya ketika datang kewajiban bagi muslimin untuk menunaikan ibadah sholat.

Masa kini memang telah memanjakan manusia dengan kemudahan-kemudahan. Dan, mau tak mau harus menerima efek samping dari teknologi yang semakin modern itu: candu dengan semua yang serbainstan. Ketika ingin mengetahui waktu, kita tinggal lihat jam. Ingin tahu arah, kita lihat kompas. Efek sampingnya adalah manusia lupa dengan cara menentukan waktu dan arah dengan melihat pertanda alam. Mungkin terdengar kuno, tapi ini adalah suatu ilmu yang mendasar dan suatu waktu menjadi urgen jika tiba-tiba teknologi lenyap seketika (mungkinkah? Mungkin saja).

Bertepatan dengan tanggal 28 Mei 2012 ini matahari akan menjadi begitu istimewa, blogpost kali ini akan membahas tentang menentukan arah kiblat (arah sholat) dengan bantuan matahari. Secara tidak langsung, bahasan ini sangat penting bagi para astro-traveler sekalian. Monggo disimak.

Sebanyak dua kali dalam setahun, matahari melintasi zenit Masjidil Haram (Ka'bah). Pada saat itu, matahari tepat berada di atas Ka'bah. Keadaan ini menjadikan seluruh bayangan benda di belahan bumi yang sedang mendapati siang (alhamdulillah, Indonesia memang beruntung secara astronomis untuk selalu mendapatinya) tepat mengarah ke Masjidil Haram (Ka'bah, kiblat sholat).

Hari ini, tanggal 28 Mei 2012, matahari akan berada tepat di zenit kota Makkah ketika di Indonesia sedang menunjukkan pukul 16.18 WIB. Kota Makkah terletak di 21 derajat 25' LU. Untuk itu, syarat agar matahari tepat berada di atas Ka'bah, matahari harus memiliki deklinasi yang sama. Keadaan ini terjadi pada hari ini dan pada tanggal 16 Juli 2012 pukul 16.27 WIB.

Berhubung momen istimewa ini sangat berguna bagi ibadah kita, tentu sebaiknya kita'menangkap' momen ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan arah kiblat yang benar dan terdokumentasi.
Sumber foto: bersamadakwah.com

Oke. Seperti terlihat pada gambar. Tegakkan tiang lurus di atas tanah. Ketika moment itu terjadi, buatlah  tanda berupa garis lurus mengikuti bayangan yang tercipta. Lalu abadikanlah. Bisa dengan mempermanenkan tanda itu (dengan disemen misalnya, juga difoto). Berpedoman pada hasil ini, mulailah kita menggunakannya sebagai arah kemana saat kita berdiri menyembah-Nya.

Benar bahwa kita yang tinggal jauh dari Masjidil Haram tidak dituntut untuk menghadap Ka'bah secara akurat dan presisi. Namun, ketika ilmu bisa memfasilitasinya, bukankah itu lebih baik?

Astro-traveler Indonesia

Mengenal Astro-Traveling INDONESIA

Astro-traveling merupakan penerapan astronomi praktis ke dalam traveling (bepergian, safar). Ini merupakan ide saya sendiri untuk menggabungkan astronomi dengan traveling. Maka, mungkin astro-traveling adalah satu-satunya yang ada di INDONESIA dari beberapa bentuk traveling. Sebutlah misal bentuk-bentuk traveling yang umum antara lain backpacking, exploring, adventuring, dan lain-lain.

Untuk lebih mengenal tentang astro-traveling dengan seterang-terangnya, sebaiknya kita mengupasnya dengan 'pisau' yang paling lengkap dan tajam, yakni kombinasi 5W+1H.
Logo

What
Tentang penerapan sderhana ilmu astronomi praktis pada kehidupan, khususnya untuk traveling. Seperti mengembalikan ilmu astronomi pada penerapan yang paling kuno, yaitu sebagai penunjuk arah. Bukankah bintang-bintang diciptakan untuk tiga hal ini: melempari setan, hiasan langit, dan penunjuk arah?

Apa urgensinya? Kawan, ke mana pun kita pergi, langit akan selalu di atas kita. Maka, jangan pernah sombong untuk tidak melibatkan langit dalam kehidupan kita. Karena langit beserta isinya itu diciptakan bukan untuk kesia-siaan.

Maka, mari kita mulai melibatkan langit dalam kita ber-traveling.

Who
Siapa saja yang bisa melakukan astro-traveling? Tentu saja, siapapun. Ya, siapapun kita dapat melakukannya. Tidak harus mereka yang telah paham tentang langit.

Nah, untuk itu, kita perlu nama untuk mereka yang suka dengan astro-traveling. Astro-traveler, travelastronist, atau travelastroner? Kiranya, yang paling familiar adalah astro-traveler. Yah, kalaupun akan disebut dengan istilah umum, saya ingin menyebut diri sebagai musafir.

When
When? Whenever! Ya, kapan pun. Siang maupun malam. Kemarau maupun penghujan. Musim semi, panas, dingin, gugur. Sejak fajar hingga fajar kembali.

Where
Where? Everywhere. Di mana pun. Maka, astro-traveling tidak menekankan pada seberapa panjang rute yang telah ditempuh, seberapa luas daerah yang telah dijelajahi, seberapa debu yang telah kita pijaki. Astro-traveling bukan tentang bepergian dalam artian yang berlebihan. Astro-traveling mengutamakan definisi sederhana tentang bepergian, yaitu berpindah tempat. Meski hanya berpindah dari suatu tempat ke sekitar tempat semula dalam radius yang kecil pun, itu telah menjadi bagian dari definisi astro-traveling.

Jadi, dalam astro-traveling tidak dikenal yang namanya memprioritaskan mengunjungi tempat-tempat wisata yang popular (apalagi mahal) di mata khalayak. Sekali lagi, astro-traveling ini merupakan traveling yang sederhana.

Which
Yang sederhana. Yang memindahkan diri tidak hanya dalam hal tempat, tetapi termasuk di dalamnya adalah berpindahnya spiritualitas, wawasan, dan sikap menuju keadaan yang leibh baik.

How
Tentu saja, astro-traveling membutuhkan pengetahuan astronomi dalam bepergian. Tapi tenang saja, lagi-lagi, pengetahuan astronomi yang sederhanalah yang kita gunakan. Seperti misalnya tentang penggunaan kalender yang berbasis pergerakan bulan, melihat matahari sebagai penunjuk jam, memetakan bintang sebagai penunjuk jalan. Namun, pada intinya adalah  timbal balik dari belajar dan menerapkan astronomi dalam perjalanan. Jadi, dari perjalanan kita dapat belajar astronomi, dan sebaliknya, dari astronomi kita bisa menerapkannya untuk bepergian.

Dan, yang paling penting dari traveling ini adalah semua modal untuk menjadi bagian dari Astro-Traveling INDONESIA telah kita miliki. Modal itu telah ada bersamaan dengan lahirnya kita di dunia ini. Apa itu? Mata untuk melihat keagungan-keagungan penciptaan. Telinga untuk mendengar setiap dendang alam. Otak untuk mencerna setiap makna kejadian di semesta. Kaki untuk menjelajah setiap inci bumi yang terhampar. Tangan untuk membuat semuanya menjadi lebih bermanfaat. Dan lain-lain.

Astro-Traveling INDONESIA
Keterlibatan 'INDONESIA' pada astro-traveling ini adalah sebuah keberuntungan bahwa Indonesia mempunyai bakat alamiah pada langit dan buminya.

Demikianlah perkenalan pertama Astro-Traveling INDONESIA. Pada kesempatan selanjutnya, kita akan semakin mengenal, tumbuh bersama, dan saling memberi.

Salam hangat,

Astro-traveler Indonesia

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More