Selasa, 17 Juli 2012

Tour de Planetarium: Hisab atau Rukyat?

Meski sebagai founder blog Astro-Traveling INDONESIA, saya ini masih newbie. Maka, kali ini saya akan menggunakan sepeda menuju Planetarium di Cikini-Jakarta Pusat dari Pondok Aren-Tangerang Selatan. Barangkali terdengar gila, tapi sebenarnya ini adalah cara sederhana untuk melakukan hal yang luar biasa. Ingat juga, astro-traveling memang traveling yang sederhana tapi luar biasa dan mementingkan tujuan yang utama.
Sumber foto: mbramantya.wordpress.com

Kebetulan hari ini, Sabtu 14 Juli 2012, Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) mengadakan pertemuan rutin dengan tema Hisab dan Rukyat. Saya pikir, ini adalah ilmu yang penting mengingat seringnya terjadi perbedaan hari puasa dan idulfitri di Indonesia. Jadi, kita tidak asal mengikuti pemerintah atau ormas tertentu. Kita perlu tahu ilmunya. Maka, astro-traveling kali ini bertujuaan mulia untuk menuntut ilmu tentang hisab rukyat dalam kaitannya dengan penentuan awal Ramadhan dan Idulfitri 1433 H.

Maka, melajulah saya dari jalan Ceger menuju Ulujami dan akhirnya sedikit mengikuti jalur Metromini 71. Sebenarnya saya tidak tahu jalan yang paling cepat menuju Cikini. Tenang saja, sebagian otak laki-laki adalah peta (haha). Maka, saya menuju Senayan. Nah, dari sini, saya harus selalu mengarahkan perjalanan ke timur. Dan, saya berputar-putar di kawasan Kemang, Senopati, Mampang, dll. Modal yang saya miliki antara lain pengetahuan bahwa Cikini ada di sebelah utara Manggarai. Tentang arah, saya berpedoman matahari. Secara umum, bayangan benda akan berada di timur karena waktu itu sudah lewat tengah hari.

Setelah dua jam perjalanan, akhirnya saya menemukan jalur kereta api Gambir-Manggarai. Yap. Tinggal sejengkal lagi. Sampai di Planetarimum, akhirnya saya terlambat 1 jam mengikuti pertemuan yang sedianya dimulai pukul 16.00 ini. Untunglah ada handout yang bisa saya pelajari. Dan inilah apa yang saya dapatkan dari presentasi Pak Cecep Nurwendaya, M.Si., anggota Badan Hisab Rukyat Kemenag RI.

Kajian Hisab-Rukyat

Taqwim (Kalender) Standar Indonesia berdasarkan hisab (perhitungan ilmu falak atau astronomi).

  • Mengacu: Sistem Hisab hakiki komtemporer yang berpedoman pada ufuk Mar'i dengan menggunakan kriteria MABIMS:
    • Tinggi hilal minimum 20
    • Jarak dari matahari minimum 30
    • Umur bulan dihitung saat ijtimak atau bulan baru atau bulan dan matahari segaris bujur saat matahari terbenam, minimal 8 jam
  • Memakai hasil hisab untuk tempat markas hisab:
    • Pos Observasi Bulan(POB) Pelabuhan Ratu - Sukabumi
  • Sistem Hisab Rujukan Pokok Departemen Agama RI: Ephemeris Hisab Rukyat
  • Koreksi Taqwim Standar Indonesia dilakukan jika hasil Sidang Itsbat berbeda dengan penanggalan Taqwim Standar.

Pengertian Hisab dan Rukyat
Hisab adalah perhitungan astronomis menentukan awal bulan qomariah (hijriyah).
Rukyat adalah pengamatan (observasi) hilal menentukan awal bulan qomariah(hijriyah).

Ijtima' (bulan baru/new moon, konjungsi, lunasi) adalah pertiwa swgaris/sebidangnya pusat bulan dan matahari dari pusat bumi.
  • Bulan dan matahari memiliki bujur wkliptika (bujur astronomi) yang sama.
  • Fraksi illuminasi(pencahayaan) bulan minimum.
  • Posisi Istimewa saat ijtima’ berlangsung gerhana matahari.
  • Ijtima’ berlangsung bersamaan di seluruh tempat di permukaan bumi.

Awal Bulan(New Month) penanggalan hijriyah.
  • Awal bulan (tanggal 1 bulan hijriyah) menandai awal penanggalan.
  • Awal bulan ditentukan pada setiap ghurub tanggal 29 bulan hijriyah. (dalam kalender hijriyah awal tanggal dimulai saat Matahari terbenam atau ghurub).
  • Jika pada saat ghurub tgl. 29 bulan hijriyah ijtima’ belum terjadi, secara astronomis keesokan harinya tgl. 30 di bulan yang sedang berlangsung.
  • Jika pada saat ghurub tgl. 29 bulan hijriyah ijtima’ sudah terjadi, tinggi hilal negatif maka keesokan harinya tgl. 30 di bulan yang sedang berlangsung.
  • Jika pada saat ghurub tgl. 29 bulan hijriyah ijtima’ sudah terjadi, tinggi hilal positif
maka penentuan awal bulan berdasarkan kriteria awal bulan. Jika memenuhi kriteria keesokan harinya tgl. 1 bulan baru. Jika tidak memenuhi, keesokan harinya tgl. 30 di bulan yang sedang berlangsung.

DASAR KRITERIA IMKANURUKYAT 20
Hilal Syawal 1404 H. tinggi 20, ijtima’ terjadi jam 10.18 WIB, 29 Juni 1984
Dilihat oleh:
  1. Muhammad Arief, 33 tahun. Panitera Pengadilan Agama Pare-pare.
  2. Muhadir, 30 tahun. Bendahara Pengadilan Pare-pare.
  3. H. Abdul Hamid, 56 tahun, Guru Agama Jakarta.
  4. H. Abdullah, 61 tahun, Guru Agama Jakarta.
  5. K. Ma’mur, 55 tahun, Guru Agama Sukabumi.
Endang Effendi, 45 tahun, Hakim Agama Sukabumi.

POSISI HILAL DI PELABUHAN RATU - SUKABUMI
KAMIS, TGL. 19 JULI 2012 / 29 SYA’BAN 1433 H.
Tinggi / Irtifa’ hilal Lower limb     = 1,24 derajat
Tinggi / Irtifa’ hilal Pusat bulan     = 1,46 derajat
Tinggi / Irtifa’ hilal Upper limb     = 1,69 derajat
Jarak busur Bulan dari Matahari     = 4,64 derajat.
Umur hilal             = 6 Jam 28 menit 32 detik
Illuminasi hilal             = 0, 22 %,

POSISI HILAL DI PELABUHAN RATU - SUKABUMI
SABTU, TGL. 18 AGUSTUS / 29 RAMADLAN 1433 H.
Tinggi / Irtifa’ hilal Lower limb     = 6,65 derajat
Tinggi / Irtifa’ hilal Pusat bulan     = 6,91 derajat
Tinggi / Irtifa’ hilal Upper limb     = 7,17 derajat
Jarak busur Bulan dari Matahari     = 9,73 derajat.
Umur hilal             = 18 Jam 59 menit 35 detik
Illuminasi hilal             = 0, 95 %.

REFERENSI EMPIRIS ASTRONOMIS :
LIMIT DANJON : Hilal akan tampak jika jarak sudut bulan matahari lebih besar dari 7 derajat. ( Odeh, 2004, Islamic Crescent Observation Project (ICOP) menemukan limit Danjon = 6,4 derajat ).


Konferensi Penyatuan Awal Bulan Hijriyah International di Istambul tahun 1978:
Awal bulan dimulai jika jarak busur antara bulan dan matahari lebih besar dari 8 derajat dan tinggi bulan dari ufuk pada saat matahari tenggelam lebih besar dari 5 derajat.

Rekor pengamatan bulan sabit dalam catatan astronomi modern:
Hilal Ramadlan 1427 H., umur 13 jam 15 menit dipotret dengan teleskop & kamera CCD di Jerman.

Demikianlah materi yang saya ambilkan dari handout presentasi beliau.

Masalah perbedaan hari awal Ramadhan dan Idulfitri yang biasanya terjadi hanyalah masalah kriteria hilal yang digunakan oleh masing-masing kelompok dan pemerintah. Menentukan awal bulan Ramadhan dan Idulfitri dengan cara hisab dengan berbagai metode dan dengan cara rukyat sebenarnya akan diperoleh hasil yang sama, jika menggunakan kriteria hilal yang sama.

Yang jelas, tidak mungkin bagi Indonesia untuk MENGIKUTI keputusan yang diambil ARAB SAUDI. Banyak sebabnya, di antaranya adalah posisi Indonesia yang lebih dulu mengalami maghrib dan selisih waktu Indonesia dan Arab Saudi yang 4 jam. Jika menunggu keputusan Arab yang baru mengalami maghrib setelah 4 jam (belum lagi adanya "sidang itsbat"), di Indonesia sudah lebih dari pukul 10 malam. Tentu saja, tidak setiap negara mempunyai penampakan hilal yang sama.

Pesan khusus dari Pak Cecep (semacam bocoran):
Alam demokrasi Indonesia sudah kebablasan. Media informasi secara 'bebas' menampilkan data-data yang sumbernya entah darimana. Oleh karena itu, pastikan sumber informasinya. Jangan sembarangan membaca informasi dari TV. Biasanya, TV tidak mengambil sumber dari Kementerian Agama. Bisa saja, semua sumber berasal dari Kementerian Agama. Padahal, Kementerian Agama sudah mengeluarkan kalender resmi, yaitu Kalender Taqwim Standar Indonesia.

Kalender ini insyaAllah sudah sesuai dengan apa yang akan menjadi keputusan sidang isbat nanti. Karena kelander ini berdasarkan hisab dan penentuan awal Ramadhan dan Syawal sudah menggunakan kriteria yang sama untuk kriteria hilal berdasarkan rukyat.

Pertemuan ditutup dengan majunya seorang anak kelas 1 SD (naik ke kelas 2) yang menampilkan gambar-gambar (sketsa) karyanya. Semua gambar itu bertemakan astronomi dan dia, anak kecil itu, mampu menerangkan beberapa fakta dan nama astronomis sebagai caption dari gambar itu! Hebat!

Pulang, saya mengambil jalan yang berlainan. Ketika gelap karena tak ada matahari, saya cukup kesulitan menentukan arah. Bahkan, di Jakarta, bangunan masjid belum tentu menghadap ke timur. Maka, saya mengingat-ingat setiap kali belok.

Resume

Tidak ada kata 'nyasar' di dalam kamus astro-traveling, yang ada: menemukan jalan lain. Mungkin perpindahan yang saya lakukan hanyalah 10 km. Tetapi jarak yang kutempuh bisa lebih dari 20 km. Menempuh jalan lain ketika pulang, saya hanya membutuhkan waktu 1 jam 20 menit. I think that was great.

Pada astro-traveling kali ini saya hanya mengeluarkan uang Rp7.000 dengan rincian Rp5.000 untuk membeli makan malam dan Rp2.000 sebagai pengganti biaya handout presentasi.

Setelah menuntut ilmu, setiap mereka mempunyai kewajiban ilmiah untuk membagi pengetahuan yang telah didapat. Dan, beginilah cara saya membaginya.

Mengakhiri malam, saya duduk di teras kosan dengan penerangan lampu neon, menghadap ke utara, di bawah langit Bintaro, dengan secangkir teh sambil membaca buku Personality Plus.


Salam hangat,


Astro-Traveler INDONESIA

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More